Gunung Salak Bersaksi, Tragedi Seorang Pejuang Keluarga

WARTAGEMA.COM, Aceh Utara – Rumah sederhana di Gampong Uteun Geulinggang, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara, hari itu dipenuhi kesedihan yang menguar di setiap sudutnya. Isak tangis terdengar lirih, berpadu dengan suasana lingkungan sekitar yang masih tampak terasa dengan aroma hawa duka nestapa.

Di tengah suasana duka itu, seorang perempuan berjilbab anggun memasuki rumah, diiringi langkah pelan penuh empati. Ia adalah Marlina Usman, istri Gubernur Aceh sekaligus Ketua TP PKK Aceh, yang datang untuk menguatkan hati keluarga yang ditinggalkan.

Yeni, istri almarhum Hasfiani alias Imam (35), menyambut kedatangannya dengan mata sembab. Ketiga anaknya yang masih kecil, termasuk si bungsu yang belum genap satu tahun, berdiri di sisi sang ibu, tak sepenuhnya memahami kedukaan yang menyelimuti rumah mereka. Marlina memeluk Yeni erat, membisikkan kata-kata penghiburan yang lembut, seakan ingin menyalurkan ketabahan kepada perempuan yang baru saja kehilangan suaminya dengan cara yang begitu tragis.

“Insyaallah, almarhum mendapat tempat terbaik di sisi-Nya. Kita semua harus ikhlas, karena setiap perbuatan akan mendapat balasan yang setimpal,” ucap Marlina, berusaha menenangkan.

Air mata tak tertahan. Duka begitu pekat, seperti kabut yang menyelimuti puncak Gunung Salak—tempat di mana Imam ditemukan setelah dihabisi dengan keji oleh oknum yang kehilangan status kemanusiaan.

Perjuangan Seorang Ayah

Imam bukan hanya seorang sales mobil. Ia adalah ayah yang bertaruh tenaga dan waktu demi keluarganya. Di pagi hari, ia mengabdi sebagai perawat tenaga bakti di Puskesmas Babah Buloh, melayani pasien dengan penuh dedikasi. Namun, gaji yang tak seberapa membuatnya harus berjuang lebih keras. Sore dan malam hari ia habiskan di jalanan, menawarkan mobil kepada calon pembeli demi menambah penghasilan. Semua itu dilakukan demi istri dan anak-anaknya.

Namun, nasib berkata lain. Pada Senin (17/3), jasadnya ditemukan terbujur kaku di semak belukar kawasan Gunung Salak. Kabar itu tersebar cepat, mengguncang publik Aceh. Kepergiannya menyisakan luka yang dalam, bukan hanya bagi keluarga, tetapi juga bagi mereka yang mengenalnya sebagai sosok pekerja keras, penyayang, dan penuh tanggung jawab.

Penyelidikan awal mengungkap fakta yang memilukan. Imam diduga dibunuh oleh seorang anggota TNI AL berpangkat Kelasi Dua, berinisial DI. Dugaan sementara, nyawanya direnggut demi mobil yang hendak dijual. Pelaku kini telah ditahan oleh Polisi Militer Angkatan Laut di Lhokseumawe, dan proses hukum tengah berjalan.

Komandan Detasemen Pomal Lanal Lhokseumawe, Mayor Laut (PM) A Napitupulu, menegaskan bahwa kasus ini akan ditangani dengan transparan. “Kami berjanji, terduga pelaku akan diberikan hukuman yang setimpal sesuai dengan hukum yang berlaku. Kami juga menyampaikan belasungkawa dan permohonan maaf kepada keluarga korban,” ujarnya dalam konferensi pers.

Namun, apakah keadilan bisa benar-benar menghapus luka yang terlanjur menganga?

Di rumah duka, setelah tangis mereda, Marlina menyerahkan bantuan berupa bahan pokok dan sejumlah uang tunai. Itu mungkin tidak cukup untuk menghapus pedihnya kehilangan, tetapi setidaknya bisa sedikit meringankan beban hidup keluarga yang ditinggalkan.

Yeni masih menggenggam erat tangan Marlina, seolah tak ingin melepaskan sumber ketenangan di tengah badai hidupnya. Di sudut ruangan, anak-anak Imam memandangi para tamu dengan mata polos mereka, mungkin bertanya-tanya kapan ayah akan pulang.

Sementara itu, di kejauhan, Gunung Salak tetap berdiri bisu. Menyimpan kisah tragis yang tak akan lekang oleh waktu. [TZ]

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *