WARTAGEMA.COM, Banda Aceh – Salah satu tujuan utama disyariatkannya ibadah puasa dalam Islam adalah sebagai sarana pelatihan diri dalam mengendalikan hawa nafsu. Hal ini disampaikan oleh Tgk H. Fakhruddin Lahmuddin, S.Ag, M.Pd dalam kajian dan Halaqah Maghrib yang berlangsung di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, pada Sabtu malam (19/4/2025).
“Semoga kita termasuk orang-orang yang tidak merugi karena menyia-nyiakan waktu. Orang yang beruntung adalah mereka yang mengisi waktunya dengan keimanan, amal salih, serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran,” ujarnya saat membuka kajian.
Mengutip pandangan ulama besar Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Tgk Fakhruddin menjelaskan bahwa puasa merupakan bentuk jihad terhadap diri sendiri dan upaya untuk melawan hawa nafsu.
“Ibadah puasa bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga menjadi pelatihan untuk menundukkan nafsu sesuai dengan syariat Allah SWT. Jika seseorang hanya menahan diri dari makan dan minum, namun tidak menahan diri dari perbuatan yang diharamkan, maka puasanya tidak akan bernilai pahala,” jelasnya.
Ia menambahkan, dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 14 disebutkan berbagai bentuk nafsu duniawi yang menjadi ujian bagi manusia, seperti kecintaan terhadap wanita, anak-anak, harta benda berupa emas dan perak, kendaraan, serta tanah.
“Syekh Shalih Al-Munajjid menjelaskan bahwa salah satu hal yang dapat merusak hati seorang mukmin adalah hawa nafsu. Nafsu, dalam bahasa Arab, berarti kecintaan terhadap sesuatu. Allah menciptakan nafsu sebagai sumber kenikmatan, namun juga menjadi ujian bagi manusia,” terangnya.
Menurutnya, nafsu makan dan hubungan suami istri, misalnya, merupakan bagian dari fitrah manusia yang diciptakan agar manusia bisa bertahan hidup dan melanjutkan keturunan. Namun, ketika nafsu tersebut disalurkan dengan cara yang bertentangan dengan syariat, maka dapat membawa kepada kebinasaan.
“Orang yang menuruti hawa nafsunya hingga menghalalkan segala cara demi mendapatkan harta, kekuasaan, atau kenikmatan duniawi, sejatinya telah menjadikan nafsunya sebagai Tuhan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Jatsiyah,” ujarnya lagi.
Ia juga mengingatkan bahwa salah satu tanda akhir zaman adalah ketika manusia tidak lagi peduli apakah harta yang diperoleh berasal dari jalan yang halal atau haram.
“Banyak orang mengetahui bahwa zina itu haram, korupsi merupakan dosa besar, tetapi tetap dilakukan karena tidak mampu menahan hawa nafsunya. Ini merupakan bentuk kegagalan dalam menghadapi ujian kehidupan,” tambahnya.
Menutup ceramahnya, Tgk Fakhruddin mengutip ayat dalam surat An-Nazi’at yang menyebutkan bahwa orang yang melampaui batas karena mengikuti hawa nafsu akan mendapatkan balasan neraka. Sebaliknya, mereka yang mampu menahan nafsunya dan merasa takut kepada azab Tuhan akan memperoleh surga sebagai tempat kembali.
“Puasa mengajarkan kita untuk menahan dorongan-dorongan nafsu tersebut. Jika kita mampu menahannya karena Allah, maka kita telah lulus dalam ujian ini,” tutupnya.[MM]