Yusuf Al-Qardhawy: Dari Relawan Tsunami hingga Pejuang Kemanusiaan

WARTAGEMA.COM, Banda Aceh – Nama Yusuf Al-Qardhawy mungkin tidak banyak dikenal masyarakat luas. Namun, di balik kesederhanaannya, pria ini adalah saksi hidup dari tragedi tsunami Aceh 2004 sekaligus tokoh kemanusiaan yang tumbuh dari pengalaman pahit itu.

Saat tsunami melanda pada 26 Desember 2004, Yusuf masih berstatus mahasiswa semester tiga di IAIN Ar-Raniry, jurusan Jinayah wa Siyasah. Kehilangan dan kehancuran yang ia saksikan langsung menjadi titik balik yang mengubah hidupnya. “Saya merasa harus melakukan sesuatu. Saya tidak bisa tinggal diam di tengah duka sebesar itu,” kenang Yusuf.

Ia bergabung dengan sekitar 300 relawan lokal yang bekerja sama dengan Front Pembela Islam (FPI), organisasi yang saat itu mengerahkan ribuan laskar dari seluruh Indonesia. Yusuf adalah satu dari 15 warga Aceh yang memilih tinggal di posko FPI di Komplek Makam Taman Pahlawan Peuniti, Banda Aceh. Di sinilah ia mulai berkontribusi aktif dalam evakuasi jenazah korban tsunami, sebuah tugas yang menguji ketabahan fisik dan mental.

Dedikasi di Tengah Kesulitan

Hari-hari Yusuf di posko penuh dengan kerja keras. Bersama laskar FPI, ia turun ke lokasi-lokasi terdampak, mengangkat jenazah dari puing-puing, menyalatkan, dan mengantar ke kuburan massal. Salah satu momen yang paling ia ingat adalah ketika harus bekerja tanpa henti di tengah bau menyengat dan kondisi yang serba terbatas.

Habib Rizieq Syihab, Ketua Umum FPI saat itu, yang datang langsung ke Aceh bersama istrinya, menjadi salah satu sosok yang menginspirasi Yusuf. “Habib tidak hanya memimpin dari jauh. Beliau turun langsung, bahkan ke daerah pelosok seperti Lhoong. Itu memberi kami semangat luar biasa,” ujar Yusuf.

Amanah Besar dari Habib Rizieq

Setelah empat bulan, HRS kembali ke Jakarta. Sebelum pergi, ia memberikan mandat kepada Yusuf untuk membentuk FPI Aceh. “Saya terkejut waktu itu. Banyak orang Aceh yang lebih pantas, tapi Habib memilih saya,” tutur Yusuf merendah. Amanah ini menjadi titik awal perjalanan Yusuf sebagai pemimpin di bidang kemanusiaan.

Ia melanjutkan kerja kemanusiaan bersama timnya, mendirikan posko baru di Lanteumen Barat. Selama lebih dari enam bulan, Yusuf membantu para korban bencana, membuktikan bahwa dedikasi dan kepedulian bisa muncul dari siapa saja yang mau berbuat lebih.

Pelajaran Hidup dari Tragedi

Bagi Yusuf, tragedi tsunami bukan sekadar cerita duka, tetapi juga pelajaran tentang kekuatan kebersamaan dan pentingnya kemanusiaan. “Kita semua belajar dari bencana ini. Kehilangan memang menyakitkan, tapi dari situ kita memahami betapa pentingnya saling peduli,” ujarnya.

Kini, Yusuf tetap aktif dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan, meskipun tak lagi terlibat langsung dalam organisasi. Ia menjadi simbol bagaimana tragedi bisa melahirkan kekuatan baru untuk membantu sesama.

Nama Yusuf Al-Qardhawy mungkin tak selalu terdengar, tetapi kisahnya adalah bagian dari sejarah besar Aceh. “Kemanusiaan itu tidak mengenal batas,” kata Yusuf, sebuah prinsip yang terus ia pegang hingga hari ini. [*/mus]

0Shares

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *